Minggu, 05 November 2017

# Review

Menjemput Impian Bukan Khayalan

Sosok yang saya tulis ini bukanlah tokoh terkenal. Tetapi saya sudah mengenalnya sejak 18 tahun yang lalu. Bagi saya, kisah hidup dan perjuangan beliau sangat inspiratif.

Namanya Darminto. Usia beliau saat ini 43 tahun. Terlahir di Nganjuk, beliau adalah bungsu dari tujuh bersaudara. Orang tuanya adalah sepasang suami istri yang sangat sederhana. Kondisi ini membuat masa kecil beliau terbilang lekat dengan keprihatinan.

Sang Ibunda pernah bercerita, rumah yang mereka tempati adalah bekas kandang ayam. Begitu prihatinnya hidup mereka hingga suatu ketika, bantuan susu dari pemerintah untuk Darminto kecil, terpaksa dijual untuk membeli beras, agar mereka sekeluarga bisa makan. Bila anak-anak kecil yang lain sering mendapat hadiah mainan dari orang tuanya, Darminto kecil nyaris tak pernah mendapatkannya. Tentu bukan karena orang tuanya yang tak ingin memberi, tapi keadaanlah yang memaksa demikian.

Memulai pendidikan formal dengan duduk di bangku SD, Darminto kecil betul-betul mengawalinya dengan belajar membaca, menulis, mengenal angka dan berhitung. Hal itu lantaran beliau tak pernah merasakan indahnya masa kecil dengan bermain sambil belajar di Taman Kanak-kanak. Jadi saat saya tanya judul lagu anak TK favorit beliau, beliau malah menjawab, “Apa ya?” sambil tertawa.

Semasa di SD, Pak Darminto sempat tinggal kelas selama dua tahun karena sakit parah hingga tak bisa hadir di sekolah selama berbulan-bulan. Entah sakit apa yang beliau derita. Yang pasti, saat itu beliau sempat koma hingga tiga mingguan lamanya. Rasanya seperti mendapat keajaiban dari Allah ketika mendapati Darminto akhirnya bangun dari tidur panjangnya, demikian dituturkan Ibundanya pada suatu ketika.

Rasa syukur tak terhingga Pak Darminto panjatkan ketika akhirnya beliau berhasil menamatkan Sekolah Dasar dengan lancar, bahkan diterima di SMPN 1 Nganjuk. Walaupun senang, sempat pula rasa minder singgah di hati Darminto muda, mengingat sekolah tersebut dikenal sebagai sekolah elit. Siswa siswinya umumnya adalah anak-anak pejabat atau orang berada.

Dibanding teman-temannya, kesenjangan secara ekonomi maupun sosial beliau, sangatlah jauh. Walaupun nyaris tak memiliki prestasi yang berarti saat duduk di bangku SMP, Darminto muda merasa bahagia bisa menempuh pendidikan di sekolah tersebut. Beliau sadar, bahwa kini beliau adalah kebanggaan bagi keluarganya, mengingat hanya beliau seorang dari tujuh bersaudara yang berkesempatan duduk di SMPN 1.

Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Di tengah kebahagiannya bersekolah, ayahandanya tiba-tiba sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Kepergian sang tulang punggung utama keluarga mengguncang batin Darminto muda. Beliau gamang tentang kelanjutan pendidikannya. Beruntung, salah seorang kakak meyakinkannya untuk tetap melanjutkan sekolahnya.

Walaupun tertatih, pendidikan SMP akhirnya terselesaikan dengan lancar. Sadar akan keterbatasan biaya, Darminto muda memilih sekolah kejuruan sebagai kelanjutan pendidikannya. Beliau mengambil jurusan Bangunan Gedung di STM Negeri Nganjuk.

Semangat belajarnya yang tinggi membawanya pada keberuntungan. Selama tiga tahun menempuh pendidikan di STM, beliau selalu menduduki peringkat tiga besar di kelas. Prestasi ini membuat beliau terpilih untuk menerima beasiswa Super Semar. Hal ini sangat membantu kelangsungan belajarnya, karena sang kakak yang membantu biaya sekolahnya juga masih berstatus sebagai pelajar di sekolah menengah.

Tiga tahun di STM dengan segala suka dukanya, akhirnya hari kelulusan pun tiba. Saat itu tahun 1994. Memenuhi harapan Ibunda dan demi mencari pengalaman, Pak Darminto memantapkan diri pergi ke Bengkulu untuk memulai karirnya. Dengan bantuan salah seorang kakak, beliau diterima bekerja di sebuah BUMN sebagai Asisten Surveyor. Statusnya adalah sebagai pekerja harian dengan lokasi kerja di hutan di pedalaman Bengkulu. Upahnya saat itu hanya 300 ratus ribu rupiah.

Hanya setahun beliau di Bengkulu. Karena merasa pekerjannya sulit untuk membuatnya berkembang, Pak Darminto kembali ke kampung halamannya. Di Nganjuk, beliau menambah keterampilan dengan mengambil kursus komputer. Berbagai kesulitan yang dialami selama hidup di pedalaman Bengkulu, membuat beliau bertekad bahwa kelak anak-anaknya harus memiliki kehidupan yang lebih baik dari beliau.

Tak lama kemudian, Pak Darminto mendapat info lowongan kerja di ibukota. Bismillaah, hijrahlah beliau ke sana. Di Jakarta beliau diterima bekerja di sebuah perusahaan konsultan di bilangan Kalibata. Gaji yang minim membuat Pak Darminto tak mampu menyewa kamar kos, sehingga terpaksa tidur di kantor. Setiap malam, beliau menggelar kasur lipat di bawah meja kerjanya. Untuk urusan makan, nyaris setiap hari beliau tak jauh dari menu mi instan.

Sungguh bukan kondisi yang bisa dibilang nyaman. Tetapi semua harus disyukuri. Allah berjanji, bersama kesulitan, diberikanlah kemudahan. Walaupun kondisi keuangan Pak Darminto sangat pas-pasan, beliau mendapat rezeki dengan diberikannya training program AutoCAD secara gratis oleh atasannya. Padahal saat itu, kursus komputer untuk program tersebut terbilang mahal, apalagi untuk ukuran kantong beliau. Atasannya merasa senang, karena beliau tanggap dan cepat memahami materi yang diberikan.

Dua bulan tinggal di kantor, Pak Darminto akhirnya mendapat tumpangan di rumah salah sorang kerabat. Pekerjaan kerabat beliau adalah sebagai seorang anggota Paspampres. Hampir setiap hari kerabat beliau pulang tengah malam, bahkan dini hari. Sebagai ungkapan rasa terima kasih, Pak Darminto selalu menunggu sang kerabat pulang untuk kemudian mencuci mobilnya, walaupun di tengah malam.

Pak Darminto yang mulai memiliki banyak teman di Jakarta, akhirnya mendapat informasi tentang lowongan pekerjaan dengan gaji yang lebih baik. Setelah sempat bekerja di sebuah perusahaan Mechanical dan Electrical, pada tahun 1997 beliau akhirnya diterima bekerja sebagai draftsman di sebuah perusahaan Jepang, yaitu PT. Indonakano.

Di perusahaan inilah beliau bertemu dengan salah seorang rekan kerja wanita yang kemudian dinikahinya, hanya tujuh bulan sejak mereka berkenalan. Tanggung jawab semakin besar, Pak Darminto pun semakin bersemangat mencari nafkah untuk keluarga kecilnya.

Demi perkembangan buah hati mereka yang lahir setahun pasca pernikahan, Pak Darminto memutuskan untuk meminta istrinya berhenti bekerja. Beliau mantap menanggung nafkah keluarga 100% di pundaknya. Selain sebagai karyawan di kantor, Pak Darminto juga berusaha menambah penghasilan dengan menerima pekerjaan freelance sebagai juru gambar.

Hidup memang tak semulus jalan tol. Setelah lebih dari sepuluh tahun bekerja di perusahaan tersebut, Pak Darminto akhirnya terkena PHK karena suatu alasan. Tetapi beliau tetap optimistis menjalani hidup. Uang pesangon yang beliau terima karena PHK tersebut, beliau gunakan untuk membeli sebuah rumah kecil di daerah Depok, Jawa Barat.

Demi menyambung hidup, Pak Darminto sempat beberapa kali pindah kerja. Mulai dari bekerja di perusahaan stage builder, produsen boiler, serta beberapa perusahaan konstruksi. Bagi Pak Darminto, pindah-pindah kerja ke beberapa perusahaan berbeda bukanlah hal yang menakutkan. Karena beliau meyakini, rezeki dari Allah sudah ditetapkan. Tinggal beliau yang harus bersemangat menjemputnya.

Tak lama berselang, Pak Darminto diterima kembali bekerja di sebuah perusahaan Jepang, PT Takenaka Doboku. Banyak lika liku yang beliau alami. Beruntung, sang istri selalu setia mendampingi dan mendoakannya.

Sebuah kejujuran pada akhirnya membuat beliau menjadi tangan kanan atasannya yang notabene Warga Negara Jepang. Karirnya pun menanjak. Latar belakang pendidikan yang hanya sekolah menengah kejuruan, tak menghalangi beliau untuk menduduki posisi sebagai Project Coordinator.

Gaji beliau naik, kesejahteraan keluarga pun meningkat. Kendaraan roda empat yang dulu hanya impian, kini dapat beliau wujudkan. Alangkah bahagianya Pak Darminto, ketika beliau mampu sedikit memanjakan keluarganya dengan materi. Sesekali dibawanya keluarganya jalan-jalan ke tempat wisata atau mengajak mereka makan di sebuah restoran.

Sedikit disayangkan ketika Pak Darminto memutuskan keluar dari perusahaan tersebut. Tapi dalam hidup, manusia selalu dihadapkan pada pilihan. Dan Pak Darminto memilih pindah ke sebuah perusahaan yang membuat batinnya lebih tenang.

Ya, Pak Darminto kini bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan. Beliau adalah tangan kanan sang pemilik perusahaan. Walaupun hari-harinya nyaris selalu penuh dengan agenda rapat, beliau masih bisa menyisihkan waktu untuk bersilaturahim dengan seorang Tuan Guru atau Kyai.

Tak hanya materi, asupan batin yang dipenuhi dengan belajar agama mulai beliau tekuni. Keinginan beliau sederhana, seperti halnya keinginan seorang kepala keluarga pada umumnya. Beliau ingin agar istri dan anak-anaknya tidak mengalami kesulitan hidup seperti yang pernah beliau alami.

Tapi jikapun kesulitan itu harus terjadi, Pak Darminto berharap perjalanan hidupnya memberi hikmah bagi keluarganya. Bahwasannya seorang yang tangguh tidak lahir dari kenyamanan, melainkan dari kesulitan dan tempaan hidup. Maka dari itu, semangat belajar dan berkarya haruslah dipupuk.

Dan bagi siapapun yang membaca kisah ini, Pak Darminto pun berharap agar kisah hidupnya mampu menyemangati mereka yang merasa lelah, agar tetap optimistis menjalani hidup. Karena sesungguhnya Allah membersamai orang yang rajin berikhtiar dan berdoa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us @soratemplates