Minggu, 04 Februari 2018

Siaga dengan Paket P3K.

Februari 04, 2018 0 Comments

Memiliki anak lelaki berusia tiga tahun kadang membuat saya merasa was-was. Rasa ingin tahu dan keinginannya untuk mencoba hal baru demikian besar, tetapi belum diimbangi dengan kewaspadaan yang cukup.

Seringkali dia melakukan aktivitas yang berpotensi membuatnya terjatuh dan terluka. Sebagai ibu, tentu saya berusaha mengawasinya dengan baik. Tetapi ada kalanya dia lolos dari pengawasan.

Tahu-tahu terdengar suara benda terjatuh bersamaan dengan pecahnya tangis si kecil. Olala, rupanya dia terjatuh saat mencoba menaiki sesuatu yang labil posisinya. Dan sebuah luka kecil di tangan atau kakinya, ditunjukkannya pada saya.

Kejadian seperti itu walaupun jarang, tetap harus saya antisipasi. Itulah sebabnya saya selalu menyiapkan kotak P3K di rumah. Sesuai dengan kepanjangannya yaitu pertolongan pertama pada kecelakaan, maka kotak P3K selalu saya isi sesuai kebutuhan sehingga bila ada anggota keluarga yang membutuhkannya, obat yang diperlukan tersedia. Saya pun tak perlu repot keluar rumah untuk membelinya pada saat panik karena si kecil terluka misalnya.

Kotak P3K di rumah saya, sekaligus saya satukan dengan stok obat. Isinya jadi tampak komplet karena menyatu dengan obat-obatan yang sering kami butuhkan.

Beberapa obat yang biasa tersedia antara lain:

- Obat dan alat untuk merawat luka baru, yaitu betadine, revanol, kapas, kasa steril, plester cepat dan plester perekat.

- Obat turun panas. Karena demam bisa terjadi kapan saja, maka saya mengusahakan agar obat untuk itu selalu tersedia, baik untuk dewasa maupun untuk si balita.

- Obat flu dan batuk. Agar flu dan batuk tidak menular kepada anggota keluarga yang lain, maka saya juga menyediakan obatnya, agar penderita bisa segera meminumnya dengan harapan segera sembuh.

-Obat maag.

- Multivitamin untuk dewasa dan balita.

- Salep atau obat oles dan koyo untuk capek-capek. Suami saya sering membutuhkan obat ini untuk mengatasi kelelahan ototnya akibat sering menyetir atau duduk dalam jangka waktu cukup lama.

- Obat memar dan obat luka bakar.

- Pembalut wanita. Benda yang satu ini juga wajib ada di rumah saya mengingat ada tiga orang pemakainya.
- Gunting kuku dan gunting pemotong.

Itulah isi kotak P3K saya. Sesekali saya juga akan memeriksa obat-obatan tersebut agar mengetahuinya bila ada yang kadaluarsa. Obat yang kadaluarsa harus segera dibuang agar tidak sampai terkonsumsi oleh anggota keluarga.

Selain kotak P3K, ada hal lain yang juga selalu saya siapkan untuk mengantisipasi kejadian yang tak terduga. Yang pertama adalah kartu BPJS. Kartu ini diperlukan untuk berobat. Sesuai pengalaman saya, walaupun berada di luar kota, dalam keadaan darurat, kartu ini tetap bisa dipakai. Jadi, saya selalu menyiagakannya di dompet.

Dan yang terakhir adalah nomor telepon penting. Nomor telepon tersebut meliputi nomor telepon dokter faskes tingkat satu rujukan saya, nomor telepon rumah sakit faskes dua, nomor telepon beberapa dokter langganan serta nomor telepon taksi dan ojeg. Karena sekarang menggunakan taksi online lebih mudah dan nyaman, maka saya juga memasang aplikasinya di ponsel saya.

Antisipasi kondisi darurat itu bukan sekedar menyiapkan kotak P3K, tapi juga menyiapkan beberapa hal yang diperlukan untuk perawatan selanjutnya. Pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan meminimalkan resiko dan biaya.

Adakah saran yang lain dari pembaca sekalian? Bisa di-share di kolom komentar ya.


Sabtu, 03 Februari 2018

Arab Saudi, Impianku dari Dulu hingga Kini

Februari 03, 2018 0 Comments

Pagi tadi, saya menjemput bapak dan adik saya di bandara Juanda, Surabaya. Mereka baru saja pulang dari perjalanan untuk ibadah umrah.

Selama ini, saya sudah banyak mendengar kisah-kisah seru dan mengharukan dari mereka yang telah menjalaninya. Tapi ketika menyimak cerita dari adik sendiri secara langsung, rasanya sangat berbeda. Sebagai seorang muslimah, saya tentu juga sangat mengidamkannya.

Perjalanan mereka dimulai sejak pertengahan bulan Januari kemarin. Karena ikut grup backpacker, maka mereka memilih naik pesawat non direct, sehingga harus transit di beberapa negara. Ketika transit, sambil menunggu penerbangan berikutnya, mereka akan memanfaatkannya untuk city tour.

Negara pertama yang mereka singgahi adalah Malaysia. Bersama seorang sahabat, saya sudah pernah mengunjungi negeri jiran ini beberapa tahun yang lalu. Dan itu adalah perjalanan saya yang pertama dan sekali-kalinya ke luar negeri.


Menyimak cerita dari saudara saya yang lain, bahwa antrian haji yang sedang dinantinya masih akan jatuh tempo beberapa tahun lagi. Itu makin menguatkan keinginan saya untuk segera ke Baitullah, baik untuk berhaji maupun umrah. Mohon doanya ya, Teman-teman.

Kembali ke topik utama. Apa sih yang membuat saya ingin sekali ke Arab Saudi? Yang pertama tentu karena ingin ke Mekkah untuk ibadah umroh dulu setidaknya, walaupun hukumnya sunnah.

Menurut adik saya, suasana di sana sangat menyenangkan. Di mana-mana yang terlihat adalah wajah-wajah teduh penuh kebahagiaan. Semua berlomba-lomba untuk beribadah. Shalat wajib, shalat sunnah, membaca Al Quran dan berdzikir adalah aktivitas utama. Sedangkan mencari nafkah, seolah hanya aktivitas selingan yang dilakukan sambil menunggu waktu salat tiba.


Setiap hari, semua orang bergegas menuju masjid begitu mendengar suara adzan. Mereka bahkan sudah mempersiapkan diri beberapa saat sebelum adzan pertama dikumandangkan. Sesampainya di masjid, mereka segera melakukan shalat sunnah sampai adzan ke dua dikumandangkan. Adzan kedua adalah tanda bahwa shalat wajib akan segera dimulai.

Salat berjamaah terasa syahdu. Sesekali terdengar imam terisak ketika membaca ayat suci. Adik saya walau tak paham dengan arti surat yang dibaca, terbawa suasana. Semua larut dalam kepasrahan, menghamba pada Yang Maha Kuasa, menyerahkan diri dan mengakui ketidakberdayaan di hadapan-Nya.

Di Masjidil Haram yang mana terletak Ka’bah di dalamnya, ada beberapa tempat yang mustajab untuk berdoa. Mustajab artinya dikabulkan. Siapa sih yang nggak ingin doanya dikabulkan? Saya tentu ingin, apalagi keinginan saya banyak, hehe.

Beberapa tempat tersebut antara lain Multazam (antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah), Hijir Ismail, di bawah pancuran emas di Ka’bah, belakang Maqam Ibrahim, di Bukit Shafa dan Bukit Marwa dan masih ada lagi.


Beberapa hari berada di Mekkah, banyak pengalaman berkesan yang didapatkan adik saya. Pernah suatu ketika, saat sedang antri untuk mengambil air zam-zam, seorang wanita berniqob tiba-tiba datang dan menyapanya.

Wanita tersebut bertanya dari mana adik saya berasal. Dia sangat takjub ketika adik saya menjawab bahwa dia berasal dari Indonesia. Wanita itu juga terharu karena negeri kita amat jauh dari Arab dan tidak berbahasa Arab, tetapi adik saya memiliki niat yang amat besar untuk bisa sampai ke Mekkah. Tiba-tiba wanita tersebut mengelus lembut pipi adik saya dan memberinya sejumlah Riyal lalu segera berlalu. Sementara adik saya bingung dan bengong dibuatnya.

Masih banyak pengalaman menarik lain yang dikisahkan adik saya, membuat saya makin ingin pergi ke sana. Arab Saudi akan tetap menjadi impian saya sebelum saya ingin menjejakkan kaki ke negeri lain di dunia ini. Semoga segera kesampaian. Kalau Anda, negeri apa yang ingin Anda kunjungi?




Jumat, 02 Februari 2018

Sehatkan Jiwa Raga dengan Berwisata

Februari 02, 2018 0 Comments

Banyak orang setuju jika berwisata bisa menyehatkan jiwa. Itu tidak salah, karena dengan berwisata pikiran bisa lepas dari masalah walau sejenak.

Pun demikian dengan saya. Sekian tahun menikah dan punya anak, kesibukan saya menjadi kurang berwarna. Jenuh sering datang karena aktivitas yang monoton. Dari pagi hingga malam, lebih banyak berkutat pada ‘urusan dalam negeri’ yang tak kunjung habis. Tak perlu disebutkan satu-satulah ya, semua ibu sudah hafal di luar kepala.

Lalu bagaimana dengan suami dan anak-anak? Sebetulnya tak jauh berbeda. Suami dengan aktivitasnya di kantor, pasti ada saatnya merasa bosan. Mungkin saja mereka harus menghadapi tekanan bos yang perfeksionis dan memenuhi permintaan klien yang kadang sulit. Sementara di saat yang sama, rekan kerja mereka belum tentu kooperatif.

Dan anak-anak, sama juga. Saat saya tanya bagaimana perasaannya ketika sepanjang hari harus berada di sekolah, jawabannya adalah, “Seneng sih, tapi…” Kata “Tapi” mengisyaratkan bahwa mereka pun menghadapi tantangannya yang juga tidak mudah. Banyaknya materi, tugas pribadi maupun kelompok, nasehat guru, bullyan teman hingga ujian tentu harus dipikirkan dan hadapi.

Maka sudah seharusnya, kita sisihkan waktu untuk merefresh pikiran agar esok lebih semangat dan makin siap menghadapi hari.

Berwisata nggak harus jauh dan berbiaya loh. Jalan-jalan pagi atau sore ke lingkungan sekitar rumah juga bisa. Kalo nggak sempat, seminggu sekali saat akhir pekan juga oke. Yang penting ke luar rumah dan melupakan rutinitas sebentar.

Banyak sekali manfaat yang bisa didapat dari aktivitas jalan-jalan. Dalam sebuah artikel yang dimuat di carakhasiatmanfaat.com, jalan kaki disebut bermanfaat untuk memperkuat jantung, menurunkan resiko terkena berbagai penyakit, menjaga berat badan tetap normal, membantu mencegah demensia, mencegah osteoporosis, membentuk dan memperkuat kaki dan bahu, membuat tubuh lebih berenergi dan meningkatkan kadar vitamin D.

Jalan kaki tak hanya bermanfaat untuk kesehatan fisik, tapi juga kesehatan jiwa. Saat jalan-jalan, mata melihat pemandangan yang berbeda. Hijaunya daun, warna warni bunga, awan yang putih, langit biru yang luas dan panorama indah lainnya, mampu mengurangi stress. Bila stress berkurang, resiko depresi pun melayang.

Jalan kaki juga bisa mengasah kepekaan rasa. Sepanjang jalan yang dilalui, jika mau mencoba lebih peduli pada lingkungan, tak sulit kita menemukan ibu-ibu tua yang masih bekerja, kakek renta yang berkeliling menjajakan dagangannya atau anak-anak kecil yang meminta-minta.
Menyaksikan langsung kondisi masyarakat sekitar yang kurang beruntung, bisa membuat kita berpikir ulang, bahwa ternyata Tuhan sudah memberikan begitu banyak nikmat pada kita selama ini. Rasa lebih beruintung akan membuat kita lebih mudah bersyukur dan merasa lebih bahagia.

Adakalanya jalan-jalan justru menumbuhkan ide baru. Munculnya usaha baru di daerah tertentu yang kita lewati, bisa menggelitik otak kita untuk berinovasi. Mungkin kita bisa membuka usaha serupa tapi di tempat lain, atau membukanya di rumah tapi dengan menambahkan inovasi tertentu. Pikiran yang tadinya suntuk, bisa lebih hidup. Masalah yang kita pikir buntu, ternyata ada solusinya.

Nah, Pak, Bu, mari agendakan waktu untuk jalan-jalan. Bukankah sehat jiwa raga adalah kekayaan berharga?


Kamis, 01 Februari 2018

Bothokan, Lauk Kukus yang Selalu Dirindukan

Februari 01, 2018 0 Comments

Sama seperti saya, Almarhumah Emak saya pun tak begitu suka memasak. Tapi tetap saja, sebagai penguasa dapur, punya dong, masakan andalan.

Kalo saya pede dengan rawon, Emak saya dulu punya bothokan sebagai andalan. Bothokan buatan Emak sangat sedap dan rasanya khas. Aroma daun pisang dan rasa bahan-bahan yang terbungkus di dalamnya, begitu menggugah selera.

Mbah Kakung saya amat menyukainya. Maka tiap usai masak, Emak biasanya buru-buru menyuruh saya mencari Mbah Kakung agar beliau berkenan makan di rumah kami. Saat menyantapnya, Mbah Kakung memang tampak lahap. Masakan ini pula yang biasa dimasak Emak untuk menyambut kedatangan paman yang tinggal di ibukota, dan hanya bisa pulang sesekali.

Bothokan ala Emak isinya tahu, tempe, teri dan sayur. Sayur yang dipakai hanya satu macam di antara dua pilihan, yaitu sayur boros atau sayur daun singkong. Kalau saya, lebih suka daun boros karena teksturnya renyah dan aromanya wangi.

Daun boros yang dipakai untuk bothokan, adalah daun yang masih kuncup berikut batang semunya yang bagian dalam dan masih berwarna putih. Saya sangat senang saat diminta ibu untuk menyiangi daun boros karena aromanya yang khas terasa segar dirasa oleh indera penciuman saya.

Bagi yang belum pernah melihat wujud daun boros, daun boros yang saya maksud di sini adalah daun dari tanaman berimpang sebangsa kunyit. Sebagian masyarakat menyebutnya sebagai tanaman lempuyang dan biasa memakai umbinya untuk jamu.

Saat sudah mengembang, bentuk dan susunan daun boros mirip dengan daun lengkuas. Tetapi, batang semu tanaman boros tidak setinggi batang semu lengkuas. Rata-rata tingginya kurang dari 50 cm. Sebagian orang menyebutnya tanaman lempuyang.

Proses pembuatan bothokan ala Emak saya cukup mudah, walaupun agak ribet menurut saya, hehe. Daun boros yang hendak dipakai, disiangi dulu alias diambil bagian dalamnya saja, cuci, lalu potong-potong halus. Bila memakai daun singkong, maka setelah disiangi, dicuci dan dipotong halus, daun singkong harus direndam air panas sejenak. Setelah beberapa saat, air rendaman dibuang, barulah daun singkong siap digunakan.

Bumbu yang dibutuhkan adalah bumbu lodeh pada umumnya, yaitu bawang merah, bawang putih, cabe kecil, kemiri, ketumbar, garam, gula, kencur dan lengkuas. Semua bumbu ini dihaluskan. Sementara bahan yang lain adalah tahu dan tempe mentah dipotong kecil-kecil, teri yang sudah direndam air panas dan kelapa muda parut.

Cara membuatnya, tinggal meyampurkan semua bahan ke dalam baskom, tambahkan kelapa muda parut dan bumbu halus. Aduk hingga tercampur rata, lalu bungkus dengan daun pisang sedikit demi sedikit hingga semua habis. Jangan lupa disemat ya, agar bungkusan tidak terbuka. Kukus di dalam dandang yang telah beruap selama kurang lebih 40 menit. Angkat, rapikan daun pembungkus, siap disajikan. Agar lebih lengkap, bothokan ini dihidangkan bersama sambal tomat, kerupuk dan nasi hangat tentunya.

Saya senang makan dengan lauk yang dikukus seperti ini karena lebih sehat. Bothokan benar-benar dimasak tanpa minyak dan tanpa lemak hewani. Kandungan gizi di dalamnya didominasi protein nabati beserta vitamin dan mineral dari sayuran.

Sayur boros atau lempuyang itu sendiri, ternyata banyak manfaatnya loh. Menurut tanamanhiasdaun.com, boros berkhasiat sebagai penambah nafsu makan, anti diare, anti kanker dan sebagai pelangsing tubuh.

Buat yang lagi diet, bagus sekali mengonsumsi bothokan daun boros. Asal ingat tidak terlalu banyak nambah nasi, agar berat badan tetap terkendali.

Rabu, 31 Januari 2018

Keresan, Tradisi Memperingati Maulid Nabi di Dusun Mengelo

Januari 31, 2018 0 Comments

Sejak dulu, Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya akan budaya. Berbagai adat istiadat kerap kita jumpai di seluruh pelosok negeri. Perayaan dalam rangka memperingati suatu hari tertentu, bisa berbeda antara satu daerah dengan lainnya. Termasuk perayaan dalam rangka memperingati maulid Nabi besar Muhammad SAW.

Jika di Jogja ada sekaten, maka di kampung halaman saya ada keresan. Tradisi yang dilakukan setiap tahun ini, hanya dijumpai di dusun saya, yaitu Dusun Mengelo, Kecamatan Sooko, tepatnya di Masjid Darussalam. Dan ini bukanlah tradisi yang secara umum dilakukan masyarakat Mojokerto, Jawa Timur.

Sesuai dengan namanya, pohon keres atau yang juga dikenal dengan nama pohon talok, wajib ada pada perayaan tersebut. Pohon keres dipakai untuk menggantungkan hiasan yang berupa barang-barang kebutuhan sehari-hari. Mulai dari buah-buahan, sayur mayur, pakaian anak dan dewasa, topi, bumbu dapur, panci, sepeda, jilbab dan lain-lain. Nantinya barang-barang tersebut akan diperebutkan oleh masyarakat setelah seluruh rangkaian acara maulid selesai.


Jadi tahu kan, alasan dibalik dipilihnya pohon keres? Tentu saja karena batangnya kuat, dahan dan rantingnya banyak, rindang, termasuk pohon yang tumbuhnya relatif cepat dan mudah didapatkan.

Sehari sebelum perayaan, pohon keres mulai disiapkan. Dari tempatnya berasal, pohon keres dicabut hingga ke akarnya lalu ditanam di jalan depan masjid, tempat diadakannya perayaan. Usai terhias, pohon akan dijaga semalaman agar tidak ada yang mencoba mencuri hiasannya.

Jika dulu cukup menggunakan satu pohon keres, seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, keres yang ditanam sekarang ada dua untuk setiap perayaan.

Acara peringatan maulid pada keesokan harinya, diawali dengan pawai sepeda hias, mobil dan becak hias serta drumband. Pawai diberangkatkan dari depan masjid dan berakhir di tempat yang sama setelah sebelumnya berkeliling melalui jalan kampung.

Jangan ditanya ramainya, karena peserta pawai diperpanjang dengan pawai motor oleh orang tua yang ikut di belakang barisan. Mungkin untuk berjaga-jaga jika putra putri mereka kelelahan saat ikut pawai. Masyarakat yang rumahnya tidak dilalui pawai, biasanya tumpah ruah di jalanan yang termasuk rute.


Usai pawai, barulah pengajian di masjid dimulai. Ribuan orang hadir dan memenuhi halaman serta jalanan di sekitar masjid. Beberapa tahun terakhir, bahkan ada beberapa stasiun TV yang meliputnya.

Tausiyah oleh Pak Kyai atau Ustad disampaikan hingga menjelang dhuhur. Usai pembacaan doa, sirine dibunyikan. Itu adalah tanda bahwa pohon keres maulid boleh dirobohkan dan diperebutkan oleh masyarakat.

Biasanya beberapa anak muda nekat memanjat, mengambil barang yang diincar, lalu melemparkannya kepada rekannya. Setelah itu barulah mengambil apapun yang bisa dijangkau dan dilempar ke sembarang arah.

Masyarakat yang memadati area keres pun berebutan barang-barang dengan gembira. Banyak pula yang hanya menonton dari jauh karena khawatir terinjak. Saya sendiri lebih memilih mendokumentasikannya saja daripada ikut berebutan.

Menurut salah seorang tokoh yang sempat saya tanyai, acara ini ternyata sudah berlangsung sejak tahun 70 an, dan akan terus dilestarikan karena sudah dianggap sebagai tradisi.

Itulah salah satu yang khas dari daerah saya, yang membuat saya selalu ingat kampung halaman di manapun saya berada. Kalau Anda, tradisi apa yang khas dari daerah Anda?

Selasa, 30 Januari 2018

Janggelan, Si Hitam Yang Tak Hanya Manis

Januari 30, 2018 0 Comments

Salah satu kuliner yang saya rindukan ketika jauh dari kampung halaman adalah janggelan. Di daerah lain, sebagian orang mengenalnya dengan nama cincau.

Berbeda dengan cincau yang kadang warnanya hijau, janggelan berwarna hitam legam. Teksturnya mirip agar-agar. Saat masih utuh, dia berbentuk balok-balok besar. Bila hendak disajikan, barulah dipotong-potong sesuai selera. Ada yang dipotong agak besar, kecil, ada pula yang diserut.

Cara penyajiannya, pertama masukkan es batu terlebih dahulu, lalu janggelan yang telah dipotong-potong, gula merah cair dan terakhir santan. Janggelan tidak boleh terkena air panas karena dia bisa mencair seperti halnya agar-agar.

Dulu, janggelan hanya disajikan bersama kuah yang terdiri dari campuran gula merah dan santan serta es batu, tetapi kini bisa pula dicampur dengan sirop rasa yang lain, cappuccino misalnya. Janggelan juga biasa dipakai sebagai isian es campur.

Di Mojokerto yang tak lain adalah kampung halaman saya, ada seorang penjual janggelan yang menurut saya legendaris. Dulu saat masih kecil, saya biasa menikmati janggelan di warung tersebut bersama almarhumah ibu saya. Hampir selalu sepulang dari berbelanja di Pasar Kranggan, kami minum janggelan dulu sambil menikmati ote-ote alias bakwan sayur.

Lebih dari 20 tahun kemudian, warung tersebut masih berdiri. Saya penasaran, lalu mencoba membeli di tempat yang sama. Sambil membungkus janggelan pesanan saya, sang ibu penjual menjawab semua kekepoan saya.. Ternyata beliau adalah adik dari pemilik warung yang pertama berjualan di situ. Dan resep yang dipakainya hingga kini, adalah resep warisan dari sang kakak. Hm… Pantas, rasanya tak berubah. Janggelan di warung tersebut masih sesedap dulu.

Menikmati janggelan itu sebaiknya siang hari saat matahari terik. Terutama saat habis beraktivitas dan berkeringat. Manisnya gula merah yang dipadu dengan santan dan es batu, akan memuaskan dahaga kita. Membuat tenggorokan terasa segar dan lega. Sementara janggelan sendiri, karena kandungan seratnya yang tinggi, cukup mengenyangkan.

Minuman yang terbuat dari daun ini, dulu hanya bisa ditemui di pasar-pasar tradisional. Tetapi sekarang dia sudah naik daun. Janggelan bisa ditemui pula di gerai di sudut-sudut kota bahkan masuk dalam daftar minuman di berbagai restoran, walau dengan nama yang sudah dimodifikasi.

Si hitam manis ini, selain enak dan segar, ternyata juga memiliki banyak khasiat. Menurut salah satu artikel yang diterbitkan di supplierbubbledrinks, janggelan juga berkhasiat untuk meredakan panas dalam, menurunkan demam, mengatasi gangguan pencernaan, sebagai antioksidan, anti inflamasi, anti kanker, penurun tensi dan lain-lain. Kadar seratnya yang tinggi juga bisa membantu melancarkan BAB loh.

Janggelan yang makin banyak ditemukan saat Ramadan ini, adalah minuman segar favorit saya saat musim panas. Kalau minuman segar favorit Anda apa?

Senin, 29 Januari 2018

Lombok, I am Falling in Love

Januari 29, 2018 0 Comments

Sepanjang tahun 2016 kemarin, saya sekeluarga tinggal di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Yang namanya pergi ke pantai, tak terhitung kali. Tapi, saya nggak pernah merasa bosan.

Buat saya, Pulau Lombok memang penuh pesona. Ada banyak kenangan yang terukir selama setahun tinggal di sana. Dan kini, setelah tak lagi tinggal di sana, saya bahkan masih saja merindukannya.

Awal tinggal di Lombok, saya memang sempat merasa kurang nyaman. Hal itu karena kami sekeluarga masih tinggal di rumah atasan suami, yang notabene di lingkungannya banyak sekali anjing liar. Padahal, saya phobia anjing.


Setiap hari, usai mengantar anak sekolah dan belanja ke pasar, saya terkurung di dalam rumah. Saya betul-betul nggak berani ke luar dari halaman rumah karena jumlah anjing yang berkeliaran di sekitar rumah mencapai belasan.

Bila ingin membeli sesuatu di luar, saya harus menunggu suami pulang. Bak seorang permaisuri, tiap mau keluar dari rumah, saya akan lebih dulu masuk mobil. Setelah pintu mobil tertutup, suami membuka gerbang, mengeluarkan mobil, menutup gerbang kembali, baru deh melajukan mobil, hehe…

‘Pengurungan’ yang saya rasakan berakhir setelah kami mendapat rumah sewa yang bebas anjing. Di rumah tersebut, saya baru bisa mulai bersosialisasi dengan tetangga sekitar. Dan Lombok yang sesungguhnya, baru bisa saya nikmati.

Beberapa pesona Lombok yang membuat saya ingin selalu kembali berkunjung adalah sebagai berikut:

Panorama yang indah dan destinasi wisata yang komplet

Pantai Senggigi dan Pantai Kuta adalah dua dari sekian banyak pantai yang terkenal di Lombok. Selain dua itu, masih ada Pantai Pink, Pantai Mawun, Pantai Seger, Pantai Ampenan, Gili Trawangan dan gili-gili lain dengan terumbu karangnya serta masih banyak lagi. Yang menarik, setiap pantai dan gili tersebut memiliki ciri khas masing-masing. Dan semuanya luar biasa indah.

Tak hanya pantai, di Lombok juga ada air terjun, arena pendakian gunung, bukit-bukit dengan sunsetnya yang eksotis, desa adat sampai wisata religi.


Wisata yang murah bahkan gratis

Untuk bisa menikmati panorama indah alam Lombok, tak selalu harus menguras dompet. Banyak pantai terbuka yang memungkinkan kita masuki tanpa harus membayar biaya tiket masuk. Jika harus buka dompet, paling untuk jajan atau sewa kendaraan.

Kuliner khas yang lezat, murah dan halal

Seperti halnya daerah lain di Indonesia, Nusa Tenggara Barat juga memiliki banyak kuliner khas. Saya paling suka soto babalung dan sate Rembiga. Dua makanan dengan bahan baku utama daging sapi ini begitu kuat menggoda selera saya.

Selain itu juga ada aneka nasi campur, antara lain nasi ebatan, nasi lindung dan nasi kuning. Lalu ada juga sayur ares yang terbuat dari gedebog pohon pisang bagian dalam, sate bulayak, ayam suwir dan yang paling terkenal adalah ayam bakar Taliwang dan ikan bakar khas NTB serta plecingan.

Semua menu makanan tersebut, sangat terjangkau harganya. Seporsi nasi campur dengan aneka lauk bahkan bisa dinikmati hanya dengan lima ribu rupiah saja. Murah, bukan?

Budaya yang indah dan lestari

Mayoritas masyarakat Lombok masih berpegang teguh pada tradisi. Selama di sana, saya pernah menghadiri acara peringatan Maulid Nabi Muhammad dengan suasana yang khas. Banyak makanan terhidang untuk tamu. Kemeriahannya lebih dari pada saat lebaran. Masyarakat Lombok itu ramah-ramah loh.

Setiap usai Idul Fitri, di Pantai Senggigi juga ada upacara adat yang disebut Lebaran Topat. Tapi saya paling suka menyaksikan arak-arakan penganten sunat dan Nyongkolan. Dua acara tersebut biasa diadakan di Hari Minggu. Saya bisa menyaksikan alunan gendang Beleq dari depan rumah karena arak-arakan tersebut biasanya lewat di depan rumah saya.


Banyaknya masjid

Kota Mataram dijuluki dengan nama Kota Seribu Masjid. Ini bukan cuma julukan loh. Masjid sangat mudah dijumpai di ibukota propinsi yang penduduknya mayoritas memeluk agama Islam ini. Setiap sekian ratus meter, ada masjid berdiri. Bahkan di beberapa tempat, ada dua masjid yang bersebelahan dan hanya dipisahkan oleh jalan.

Sebagai seorang muslimah, hal ini tentu sangat memudahkan saya untuk beribadah apabila sedang dalam perjalanan. Kamar mandi masjid pun biasa dipakai oleh wisatawan untuk membersihkan diri usai bermain air di pantai.

Suami

Nah, ini alasan yang terakhir tapi paling penting. Yaitu keberadaan suami saya di pulau ini, hehe… Betul, saya dan suami LDR an karena saya harus mengasuh anak-anak saya yang melanjutkan sekolah di kota yang saya tinggali sekarang. Sementara itu, suami tinggal karena harus bekerja demi mencari sebongkah berlian nafkah untuk kami.

Untuk memuaskan hasrat berlibur, mengunjungi Pulau Lombok itu tak cukup sehari dua hari. Banyak lokasi wisata yang memang sangat menarik. Jika Anda tertarik setelah menyimak cerita saya, segera pesan tiket liburan ke sana ya. Dijamin Nggak rugi.


Sabtu, 27 Januari 2018

Mandiri Sejak Dini, Pede Lebih Tinggi

Januari 27, 2018 0 Comments

Pendidikan karakter untuk anak sebaiknya diberikan sejak usia dini. Melatih kemandirian adalah salah satunya. Mandiri adalah mampu melakukan berbagai hal untuk diri sendiri tanpa bantuan orang lain. Kemandirian perlu dilatih agar anak lebih siap menghadapi tantangan dalam hidupnya.

Walaupun memiliki anak yang mandiri menjadi dambaan, kenyataannya tak sedikit orang tua yang masih tak rela ‘melepas’ anak dari buaiannya. Padahal, jika dibiarkan berlarut, hal itu bisa menyebabkan anak kesulitan beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Di dalam fase kehidupannya, lazimnya anak akan mengalami beberapa kali pergantian lingkungan. Lingkungan pertama yang dijumpainya adalah di rumah bersama keluarganya. Setelah itu baru anak akan mengenal sekolah dari level terendah hingga perguruan tinggi.

Di lingkungan sekolah, baik sekolah umum maupun pesantren, anak akan berjumpa dengan teman dan guru dengan berbagai karakter. Dari interaksi antara anak dengan gurunya maupun anak dengan teman-temannya, tentu ada potensi yang memungkinkan timbulnya ‘tugas’ bagi anak. Baik tugas berupa materi dalam belajarnya, maupun ‘tugas’ menyelesaikan permasalahan yang mungkin timbul dari interaksi tersebut.

Tanpa kemandirian, anak akan kesulitan menyelesaikan masalahnya sendiri. Ia akan bergantung pada orang lain yang mau membantunya . Dia juga akan merasa minder dan lebih nyaman bergaul dengan orang tertentu sehingga pergaulannya terbatas.


Masalahnya, di lingkungan yang dihadapinya, anak belum tentu selalu bertemu dengan orang-orang yang membuatnya nyaman. Dia mungkin saja akan bertemu dengan orang-orang yang berkarakter buruk. Misalnya mereka yang suka membully, memanfaatkan teman sendiri atau yang egois setengah mati. Jika anak tak mandiri, orang tualah orang pertama yang akan direpotkan.

Untuk menanamkan kemandirian pada anak, 5 faktor berikut perlu diperhatikan orang tua.

Ajarkan keterampilan sesuai usia

Kemampuan dan daya tangkap anak akan berkembang sesuai dengan usianya. Maka latihan yang diberikan pun harus berbeda. Tingkat kesulitan yang terlalu tinggi bisa membuat anak frustasi. Orang tua harus mewaspadai hal ini.

Berikan kesempatan mencoba

Saat mengajarkan sesuatu pada anak, berikan pula kesempatan pada mereka untuk mencobanya. Kemampuan anak akan terasah bila mereka banyak berlatih.

Berikan kepercayaan

Saat anak mampu melakukan sesuatu, berikan kepercayaan pada mereka walau hasilnya belum sesuai harapan. Sebagai orang tua, wajar jika ada kekhawatiran. Tetapi jangan berlebihan apalagi sampai menghambat langkah anak. Hindari terlalu cepat memberikan bantuan. Yakinlah bahwa anak mampu melakukannya dengan baik.

Hargai usaha anak

Di awal menguasai suatu hal, wajar jika anak masih sering melakukan kesalahan. Namun, hindari mencelanya. Berikan penghargaan atas keberaniannya mencoba hal baru tersebut.

Berikan hadiah

Untuk menambah rasa percaya dirinya, sesekali berikan hadiah atas prestasinya. Hadiah tak harus berupa materi. Sebuah pujian dan pelukan pun bisa menjadi penyemangat bagi anak.

Saat anak sudah terbiasa melakukan hal-hal baik yang menjadi tugasnya, perlahan berikan pengertian bahwa itu memang kewajibannya. Sehingga ada maupun tak ada hadiah, anak harus melakukan hal tersebut.

Kemandirian sangat penting bagi anak karena orang tua tentu tak bisa selamanya mendampingi mereka. Akan tiba saatnya anak harus hidup terpisah dengan orang tua, entah karena alasan melanjutkan pendidikan, bekerja, maupun alasan yang lain.

Anak yg terbiasa mandiri akan berfikir mencari solusi. Mereka juga mampu membuat keputusan terkait pilihan dalam hidupnya. Dan yang pasti, anak yang mandiri lebih bahagia dan lebih percaya diri. Selamat melatih kemandirian, wahai Ayah Bunda.

Jumat, 26 Januari 2018

Hidangan Pertama untuk (Calon) Suami

Januari 26, 2018 0 Comments

Dulu, saya enggak begitu suka memasak. Tapi semenjak merantau ke ibukota propinsi dan hidup sebagai anak kos, mulailah saya belajar turun ke dapur. Habis gimana lagi, kalo makan beli di warung terus, bisa bangkrut kan? Hehe… Apalagi saya hanyalah karyawati junior dengan gaji yang tak seberapa.

Karena dulu saat di rumah saya juga jarang membantu Emak di dapur, otomatis kamus perbumbudapuran saya minim. Dan itu berbanding lurus dengan kemampuan saya dalam hal menyulap bahan makanan mentah menjadi layak makan.

Tak disangka, suatu ketika seorang karyawan dari kantor pusat perusahaan tempat saya bekerja, ditugaskan ke proyek yang dibawahi kantor cabang, tempat saya bekerja. Singkat kata, setelah berkenalan, doi pedekate. Dan kami sepakat untuk menjalani hubungan yang lebih serius. Tak butuh waktu lama untuk saya naik pangkat menjadi calon istri sang karyawan.

Hal itu membuat saya galau dan mulai memikirkan cara meningkatkan skill saya dalam bidang masak memasak. Sesuai nasehat orang tua jaman dulu, bahwa tresna jalaran saka madaran kan? Hehe… Artinya, rasa cinta bisa ditumbuhkan dari sejahteranya perut. Dimasakin gitu.

Mulailah saya suka mengumpulkan resep masakan dari tabloid atau majalah. Jika ada waktu, resep masakan yang bahannya murah dan mudah didapat serta mudah cara memasaknya, akan saya eksekusi.

Sayangnya, keterbatasan waktu membuat saya kadang berkesperimen di saat yang tidak tepat. Seperti yang terjadi pada suatu pagi.

Hari itu jadwal saya harus mengunjungi proyek yang berlokasi di luar kota. Otomatis saya akan bertemu dengan calon suami saya yang memang lokasi kerjanya di proyek tersebut.

Sebagai calon istri yang baik, pingin dong sesekali mencoba membawakan bekal buat dimakan berdua. Masak minta ditraktir terus. Malu, hehe… Saya mah gitu orangnya. *tutup muka

Pagi-pagi saya segera berbelanja sayur. Rencananya saya mau bikin sayur bening bayam dengan bakwan jagung sebagai lauk. Simpel banget kan?

Usai belanja, jagung segera saya kupas, cuci, serut, lalu diuleg bersama dengan bumbu-bumbunya. Sambil menguleg, saya merebus air untuk membuat sayur bayam. Tak lupa bayam yang sudah saya cuci dan potong-potong, langsung saya masukkan panci. Biar empuk, pikir saya. Sumpah! Saya nggak tahu kalau bayam itu cepet lembek, haha…

Kekeliruan besar itu saya ketahui saat ibu kos saya yang sudah seperti ibu saya sendiri, iseng membuka tutup panci dan terkejut melihat isinya.

Saya ingat betul kalimat beliau saat itu, “Hei, Jeng. Mau bikin sayur apa ini? Kalaupun sayur bening, nggak satu sungai gini airnya. Trus bayamnya, kok sampe gelap mateng banget gini? Ini nggak layak dimakan, buang saja.”

Saya melongo, antara malu, terkejut dan panik. (Duuh, di paragraf ini saya ngakak dulu ya. :D) Jarum jam kian bergeser ke kanan. Saya harus segera mandi dan bersiap-siap berangkat ke kantor agar tidak terlambat.

Ibu kos membaca kebingungan saya. Segera beliau meminta saya membeli bayam lagi sementara beliau akan membantu menggoreng si bakwan jagung. Saya nggak membantah.

Pulang dari warung sayur, bakwan jagung sudah matang. Si bayam, langsung diminta ibu kos untuk beliau tangani. Dan saya, mandi dong.
Usai berdandan, saya tinggal menenteng tas kerja berikut rantang yang sudah terisi bekal. Menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam, akhirnya saya tiba di kantor proyek.

Rantang saya letakkan di atas meja kerja. Dan saat Si Mas bertanya mau pesan apa untuk makan siang, dengan pedenya saya jawab, “Aku nggak pesan. Mas juga nggak usah. Kali ini kita makan bekal yang kubawa ya?.”

Si Mas terlihat bahagia.

Waktu makan siang pun tiba. Si Mas masuk ke ruanganku. Sang manajer yang biasa makan bersama kami, memilih membiarkan kami makan berdua di ruangan saya. Sementara rekan-rekan yang lain, berdeham –dehem menggoda kami.

Saya pun segera membuka rantang. Hmm… Daun bayam yang dimasak bening itu tampak segar menggoda. Kontras dengan layunya warna sayur bayam yang tadi disuruh buang oleh ibu kos. Aroma temu kunci yang berpadu dengan wanginya daun kemangi, segera berebut masuk rongga hidung kami. Begitu pula aroma bakwan jagung yang juga ditambahi temu kunci sebagai bumbu di dalam adonannnya. Tak kalah menggoda.

Si Mas melihat makanan yang terhidang di meja dengan takjub, apalagi saya. “Wah, ternyata Adik pintar masak, ya?” Pujinya pada saya.
Saya pun tersenyum, tapi tak mengiyakan.

Sambil makan dengan lahap, Si Mas bercerita, bahwa dia dulu nggak doyan sayur bening bayam. Tapi katanya masakan saya beda, aromanya wangi dan rasanya pun sangat enak. Sedangkan bakwan jagung, itu adalah favoritnya. Kelak kalau kami sudah menikah, dia nggak keberatan dimasakin seperti itu sering-sering.

Selama makan, Si Mas terlihat sangat bahagia. Sebaliknya, saya jadi bingung dan tak enak hati. Haruskah saya mengatakan yang sebenarnya? Tapi kan malu. Karena dia sudah memuji saya sedemikian rupa. Tapi jika tidak saya katakan, hati ini kok nggak sreg. Seperti menipu, walaupun enggak.

Akhirnya saya mengambil keputusan. Sambil membereskan rantang kosong, saya bertanya, “Mm, makanannya enak?”

“Iya, enak banget. Makasih ya.” Jawab Si Mas sambil masih tersenyum,”Mas bener-bener nggak nyangka, Adik bisa masak.”

“Mmm, anu. Sebenernya itu tadi bukan aku yang masak, tapi ibu kos.”

“Ha? Oh? Begitu? Ya, nggak papa sih. Nggak papa, Dik. Serius.” Si Mas merespon pengakuan saya sambil tergagap dan menahan senyum.

“Jadi, yang tadi Mas bilang pinter masak dan masakannya enak, itu bukan aku. Tapi ibu kos. Ibu kos yang harusnya Mas puji. Kalau aku, aku nggak bisa masak.”

Entah bagaimana wajah saya saat itu. Tapi saya lega dengan kejujuran saya. Kemudian saya katakan pada Si Mas tentang kekurangan-kekurangan saya yang lain. Dan Alhamdulillah, Si Mas nggak keberatan, hehe… Kini, kami telah melewati 18 tahun hidup bersama. *Alhamdulillah lagi. :D

Ada dua hikmah yang saya dapat dari kejadian konyol ini. Yang pertama, jujurlah dalam setiap kesempatan. Karena dengan jujur, pikiran akan tenang. Tak apa tak mendapat pujian dari orang yang kita harapkan, tapi setidaknya kita tak perlu menipu diri dengan terus berpura-pura hebat. Toh, belum tentu si dia nggak menerima. Bukankah ada pepatah, tak kan lari gunung dikejar. Tak kan datang jodoh bila pesona tak ditebar. Eeh, nggak nyambung, hehe…

Hikmah yang kedua, jangan mudah putus asa dalam meraih impian. Teruslah bersemangat dalam berusaha. Ingin bisa memasak, teruslah belajar memasak. Walaupun tak jadi chef di restoran bertaraf internasional, setidaknya kau jadi chef di dapurmu sendiri. Sekarang saya sudah punya menu andalan loh.Rawon salah satunya, hehe...

Pun demikian bila ingin jadi penulis. Teruslah berlatih merangkai kata. Jikapun tak menjadi pujangga, setidaknya goresan penamu memberi makna pada hidup sesama. Eaa…

Kamis, 25 Januari 2018

Redjo Joyo, Lesehan Favorit yang Nggak Bikin Kantong Menjerit

Januari 25, 2018 0 Comments

Awal saya kenal lesehan yang satu ini dari bibi saya yang seorang guru. Bersama rekan kerjanya, beliau cukup sering datang untuk mengadakan meeting atau sekedar makan bersama dengan santai di tempat ini. Ternyata warung lesehan ini milik kakak dari salah satu sahabat saya. Maka ketika eks teman-teman sekelas di SMA mau mengadakan reuni kecil, tempat ini jadi pilihan.

Namanya Warung Lesehan Redjo Joyo. Bagi yang tinggal di seputaran Mojokerto kota, mungkin tak asing lagi. Walaupun terletak di sudut sebuah dusun, lokasinya mudah dijangkau. Untuk menuju tempat ini, kita melewati jalan beton yang mulus dan lebar. Jarak dari jalan raya hanya sekitar dua kilometer. Warung lesehan ini akan kita jumpai saat kita sudah mencapai ujung jalan beton tersebut.


Pertama masuk warung ini, saya merasa tertipu. Halaman warung yang difungsikan sebagai tempat parkir motor, tidak terlalu luas. Memasuki area depan warung, hanya nampak beberapa set meja kursi, meja kasir serta rak yang berisi snack. Hanya sebuah warung kecil, batin saya.

Tapi begitu masuk, wow! Surprise! Ternyata tempat ini luas sekali. Di dalamnya banyak sekali saung-saung dengan berbagai ukuran. Yang paling kecil saung berkapasitas empat orang, dan yang paling besar bisa dipakai untuk sekitar 30 orang.


Antar saung dihubungkan dengan jalan setapak yang terbuat dari lantai beton dan dipadukan dengan batu sikat. Di kanan kirinya ada taman dengan pohon dan bunga-bunga yang tertata rapi. Kesan lega dan sejuk langsung terasa saat kita berada di dalam area ini.

Saat reuni, saya datang dengan membawa dua krucil saya. Si Bungsu yang berusia tiga tahun seketika gembira begitu melihat sesuatu yang menarik perhatiannya. Kolam ikan! Bukan cuma satu, tapi beberapa. Kolam ikan ini bisa menjadi hiburan tersendiri sambil menunggu pesanan makanan datang.


Rupanya kolam ini dibangun bukan sebagai penyegar pandangan semata, tapi memang dipakai untuk beternak ikan. Hal ini terlihat dari jenis dan banyaknya ikan yang dipelihara di dalamnya. Saat datang, saya juga berpapasan dengan pick up yang hendak pergi membawa ikan yang baru saja dipanen dari kolam–kolam tersebut.

Sebagai adik dari pemilik warung, sahabat saya sudah memesan tempat khusus untuk kami. Waktu bukanya juga khusus loh. Karena saat datang, jam operasional warung ini sebetulnya cuma tersisa setengah jam, hehe… Sementara kami bercengkerama hingga sekitar dua jam lamanya.


Kami dibawa masuk hingga jauh ke dalam. Taraaa… Ternyata saung untuk kami berada di tengah sawah. Sekeliling betul-betul sawah padi. Pantas begitu masuk area saung, semilir angin begitu terasa. Hembusannya mampu membuat dedaunan pohon mangga yang ditanam di antara kolam bergoyang-goyang manja. Sungguh suasana yang sangat nyaman dan menentramkan.

Sambil menunggu teman yang lain datang, makanan yang telah dipesan segera dihidangkan. Menunya tidak terlau bervariasi. Tapi rasanya, hmm… Bikin saya dan teman-teman pingin nambah lagi dan lagi. Ikan gurame dan ayam bakarnya khas Pandaan. Pedas dan manisnya sedang. Demikian juga urapnya. Buat anak-anak yang belum bisa makan terlalu pedas, cocok banget ini.

Surprise berikutnya saat saya melihat daftar harganya. Wow, bersahabat sekali. Saya pun langsung jatuh hati.


Yang menyenangkan saat saya makan dan berbincang-bincang dengan teman-teman adalah, dua anak saya anteng melihat ikan, hehe… Ikannya besar-besar dan menggemaskan. Pantas anak saya betah. Buat keluarga, tempat ini layak jadi pilihan.

Yang saya suka lagi dari lesehan ini adalah, wastafel untuk cuci tangannya mudah dijangkau dan terpisah dari toilet. Tersedia beberapa di sekitar saung. Selain itu tersedia juga musala dan toilet dengan kondisi bersih. Wifi tidak tersedia. Jadi kalau mau ke sini, tujuannya untuk makan dan berinteraksi secara langsung ya, hihi…


Saat pulang, saya baru tahu. Ternyata tempat parkirnya sangat luas. Untuk motor di halaman depan warung, untuk mobil di halaman rumah pemilik warung. Rumahnya sendiri terletak tepat di seberang jalan di depan warung.

Ohya, warung yang berlokasi di Dusun Mengelo Kecamatan Sooko ini, buka setiap hari dari pagi hingga jam empat sore. Tutup hanya satu kali dalam sebulan, yaitu saat Hari Minggu di minggu ke dua tiap bulan. Selain makan di tempat, warung juga melayani pesanan.

Nah, buat yang kebetulan sedang singgah di Mojokerto, boleh dicoba nih. Anak saya saja langsung suka. Soalnya saat di rumah, dia berbisik lembut di telinga saya, “Ma, lain kali kita ke sini lagi ya? Atau kalo enggak, beli dibungkus.”

Rabu, 24 Januari 2018

Wedang Jahe, Minuman Hangat Penghilang Penat.

Januari 24, 2018 0 Comments

Di antara semua anggota keluarga, saya adalah yang paling nggak tahan dingin. Itu sebabnya saya lebih bahagia di musim kemarau dari pada di musim hujan. Juga lebih nyaman ke pantai daripada ke gunung.

Saat kedinginan, tubuh saya tak hanya menggigil, tapi perut pun terasa mulas. Kondisi ini cukup menyiksa terutama bila saya harus antar jemput anak sekolah di musim hujan. Jas hujan dan helm sering kali tak cukup melindungi tubuh saya dari hawa dingin yang menerpa.

Bila tak sengaja kehujanan, maka setelahnya beberapa pekerjaan saya akan tertunda. Hal ini karena saya harus mencari kehangatan dengan berlindung di balik selimut sementara waktu, guna menetralisir suhu dan kondisi tubuh saya.

Maka dari itu, saya selalu sedia bahan untuk membuat minuman hangat. Kopi, teh dan jahe adalah beberapa bahan yang saya pilih karena praktis penyiapannya. Tetapi, mengingat manfaatnya, saya lebih memilih membuat wedang jahe bila tersedia ketiganya.

Cara menyiapkannya sangat mudah. Pertama rebus air. Sambil menunggu air mendidih, siapkan rimpang jahe secukupnya, cuci bersih lalu geprek. Jahe yang digeprek bisa dikupas lebih dahulu, bisa juga tidak. Saya sendiri lebih suka tanpa dikupas. Berikutnya, taruh jahe geprek ke dalam gelas atau cangkir, tambahkan sedikit gula, lalu tuangkan air yang sudah mendidih. Wedang jahe pun siap dinikmati.


Wedang jahe, selain untuk menghangatkan tubuh, ternyata memiliki banyak khasiat yang lain. Menurut sebuah artikel kesehatan dari Liputan6.com, jahe juga mampu mempercepat metabolisme, mengurangi lemak pada orang yang mengalami obesitas, sebagai antioksidan, mengatur kadar lemak jahat atau kolesterol, menjaga kesehatan jantung serta membantu mengurangi kelelahan atau rasa sakit pada sendi dan otot.

Bagi saya, kenikmatan minum wedang jahe adalah saat saya merasa sangat kedinginan setelah kehujanan. Tapi tak jarang saya juga menyeruputnya saat pagi sebelum sarapan. Saat diminum, aroma jahe yang khas berlomba dengan kehangatan wedang, merasuk ke dalam tubuh saya melalui kerongkongan. Rongga dada saya pun terasa segar dan nyaman karenanya. Rasa tegang pada otot-otot tubuh saya, terasa lebih longgar.

Sesekali, saya juga suka menikmati minuman hangat selain wedang jahe. Beruntungnya tinggal di Indonesia yang memiliki keragaman budaya termasuk kulinernya, sehingga membuat saya berkesempatan mengenal berbagai minuman hangat dari berbagai daerah.

Di daerah asal saya yaitu Jawa Timur, saya mengenal ronde. Ronde adalah air rebusan jahe yang dicampur gula, santan, pandan dan sere. Kuah ini diberi isian berupa potongan roti, mutiara, kacang tanah sangrai dan ketan. Rasanya manis, gurih dan hangat tentu saja.

Sedangkan di tempat tinggal sekarang, yang sering saya temui adalah bandrek, bajigur di siang hari dan sekoteng di malam hari. Bandrek dan bajigur hampir sama. Yang membedakan adalah bajigur mengandung campuran gula merah. Pedagang bajigur biasanya juga menjual umbi-umbian rebus dan kue tradisional sederhana. Sekoteng mirip dengan ronde, tetapi kuahnya tanpa santan dan isiannya tanpa ketan, tetapi ada kolang kaling di dalamnya.

Masih ada minuman hangat lainnya dari pelosok nusantara seperti wedang uwuh, bir pletok, kembang tahu, wedang secang dan lain-lain. Tetapi, favorit saya tetaplah si bening wedang jahe. Bagaimana dengan Anda?

Selasa, 23 Januari 2018

Mau Wisata Murah tapi Tetap meriah, Perhatikan Lima Hal Ini.

Januari 23, 2018 0 Comments

Setelah penat berkutat dengan rutinitas sehari-hari, setiap orang sebaiknya berekreasi atau berwisata. Rekreasi dibutuhkan untuk membuat tubuh dan pikiran kembali rileks.

Banyak manfaat yang bisa didapatkan melalui kegiatan wisata. Berwisata bisa membuat seseorang terhindar dari stress bahkan depresi. Terutama bagi mereka yang sedang atau telah tertimpa masalah, berwisata membuat diri melupakan sejenak beban pikiran. Dengan segarnya pikiran, semangat akan terisi kembali. Otak pun akan lebih mudah menyelesaikan masalah dan menelurkan ide-ide baru.

Selain menyegarkan pikiran, berwisata juga bisa menambah pengetahuan. Seperti yang kita ketahui, dewasa ini banyak berdiri sarana rekreasi dengan tujuan edukasi. Sarana yang menyebut diri sebagai education park ini, selain bisa mengajak bersenang-senang, juga bisa membuat kita mengetahui banyak hal. Yang demikian, sangat bermanfaat terutama untuk pelajar.

Sedikit atau banyak, berwisata pasti membutuhkan biaya. Mulai dari biaya transport, makan, tiket masuk area wisata serta untuk pembelian oleh-oleh alias souvenir. Tetapi, apabila direncanakan dengan seksama, biaya-biaya tersebut tentu bisa ditekan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar wisata kita tak membutuhkan banyak biaya.


Rencanakan tujuan

Yang utama, tentukan tujuan. Sebaiknya pilih lokasi wisata yang tidak membuat kita merogoh kantong terlalu dalam. Museum atau taman kota bisa menjadi pilihan. Selain biaya masuknya murah atau bahkan gratis, pertimbangkan jarak dari rumah menuju lokasi.

Transportasi

Mau ke tempat tujuan naik apa? Ini pertanyaan yang harus segera disiapkan jawabannya. Akan lebih baik jika jauh-jauh hari sudah membeli tiket, apalagi jika bisa mendapat tiket promo yang tentu harganya lebih murah daripada tiket regular.

Bawa perbekalan dari rumah

Ini hal yang tak kalah penting. Jamak kita jumpai, harga makanan di tempat wisata terbilang fantastis. Agar terhindar dari pemborosan, sebaiknya bawa makanan dan minuman dari rumah. Selain lebih sehat dan higienis, tentu biayanya juga lebih murah. Hal yang sama berlaku untuk pakaian dan peralatan yang mungkin dibutuhkan selama berwisata.


Hindari akhir pekan

Ada beberapa tempat wisata yang memberlakukan harga tiket masuk lebih mahal pada saat hari libur atau akhir pekan. Hal ini sebaiknya diketahui agar biaya wisata tak melebihi anggaran yang tersedia. Selain itu, arus lalu lintas menuju tempat wisata biasanya cenderung ramai dan macet saat akhir pekan.

Souvenir

Bila tidak perlu atau tidak terlalu bermanfaat, hindari membeli souvenir. Bukan berarti tak perlu kenang-kenangan, tapi souvenir tersebut bisa kita beli pada saat kondisi keuangan sudah lebih baik.

Demikian lima hal yang perlu diperhatikan agar kita tetap bisa berlibur walau dengan anggaran yang terbatas.


Senin, 22 Januari 2018

Rawon, Menu Andalan Kala Dompet Lagi On

Januari 22, 2018 0 Comments

Sebagai seorang ibu, saya merasa gembira luar biasa ketika masakan yang udah susah payah saya siapin, dihabiskan oleh suami dan anak-anak. Saya sih enggak terlalu mahir masak, tapi ada dong, salah satu salah dua menu andalan saya yang jadi favorit mereka.

Salah satunya adalah rawon. Masakan khas Surabaya ini juga menjadi favorit saya sejak kecil. Meskipun warna kuahnya hitam pekat karena pengaruh salah satu rempah yang dipakai, selera saya tetap tergoda kala melihatnya tersaji, hehe...

Bagi saya, rawon bukan sekedar masakan. Dia adalah kenangan. Dia adalah reward. Dia adalah bukti kasih sayang yang teramat besar dan juga lambang perjuangan seorang ibu untuk buah hatinya. Ada hubungan yang erat antara saya, Emak dan rawon. Duuuh, jadi baper ngomongin rawon, eh Emak.

Kembali ke rawon. Suatu ketika suami mengabari kalo dia sedang makan malam dengan koleganya di sebuah restoran di hotel berbintang. Menu yang dia pilih saat itu, tak lain dan tak bukan adalah menu favorit saya. Yess! Rawon. Usai makan, dia mengirim pesan ke saya melalui ponselnya, “Rawonnya, jauh lebih enak buatan Mama.”

Wuidiiiih, berasa melayang saya dapat pujian begitu, haha… *norak yo ben.


Baiklah, buat yang belum kenal gimana itu rawon, sini, saya bisikin.

Rawon adalah masakan yang terbuat dari daging sapi. Biasanya yang dipakai adalah daging sanding lamur alias daging yang mengandung lemak. Tetapi, demi alasan kesehatan, saya biasa bikin rawon dengan daging has dalam yang tanpa lemak. Sesekali aja saya tambahkan sanding lamur sedikit. Bahan lain, kol dan daun bawang prei.

Bumbu yang dipakai antara lain, bawang merah, bawang putih, lada, pala, ketumbar, jinten, garam, gula, sere, jahe, laos dan daun jeruk. Dan yang wajib ada, tentu saja kluwek alias pucung. Tanpa kluwek, bukan rawon namanya. Tanpa kluwek, rawon ibarat sambal tanpa cabe. Hampa, Kakaaak.

Cara memasaknya juga cukup mudah, walaupun agak lama. Pertama, daging direbus dulu. Sambil menunggu daging empuk, semua bumbu kecuali sere dan daun jeruk, dihaluskan dan ditumis, Daging yang sudah agak matang diangkat, lalu dipotong kecil-kecil. Rebus kembali bersama tumisan bumbu halus. Tambahkan kol, sere, jahe, laos dan daun jeruk. Kira-kira lima menit sebelum diangkat, masukkan daun bawang prei. Hidangkan rawon bersama sambal terasi yang dibubuhi tauge mini, empal sapi, tempe goreng, telur asin dan kerupuk udang.

Sedikit catatan, rawon akan lebih maknyus kalo diinapkan terlebih dahulu. Jadi, saya biasa memasaknya malam hari dan baru mulai menikmatinya untuk sarapan keesokan harinya. Mungkin karena saat itu bumbu-bumbu dalam kuahnya sudah lebih meresap ke dagingnya. Percayalah, walaupun penampakannya hitam, rasanya wuenak tenaaaan.

Follow Us @soratemplates